In Memoriam

Kehilangan seseorang yang kita cintai merupakan hal yang paling menyedihkan. Di akhir penghujung bulan Oktober, keluarga besar Tilaar dan Handana berduka atas dipanggilnya seorang suami, ayah, opa, saudara dan kerabat tercinta, Oom Alex Tilaar. Di usia nya yang sudah 87 tahun, Oom Alex boleh bisa tergolong cukup sehat karena baru di tahun 2019, Oom yang humoris ini mulai sakit; sebelumnya masih bisa jalan-jalan mendampingi sang istri dan keluarganya.

Bagi saya pribadi, cukup banyak kenangan yang indah bersama Oom Alex. Terutama kami berdua memiliki hobi yang sama yakni menonton sepakbola dan bulutangkis. Oom Alex selalu menelepon atau kalau bertemu dengan saya selalu bercerita dan membahas mengenai olahraga. Pernah impian kami berdua menjadi kenyataan. Oom Alex sempat bilang ke saya,” kapan-kapan kita pergi bareng ya Sam ke Inggris untuk menonton pertandingan sepakbola di stadium.” Dan akhirnya pada tahun 2011 kami berkesempatan pergi menonton pertandingan antara Arsenal vs Tottenham Hotspur di Emirates Stadium, London yang merupakan kandang dari Arsenal. Dan kamipun juga sempat berkunjung ke Old Trafford, Manchester walau saat kesana kami tidak sempat menyaksikan pertandingan sepakbola.

 

Turis (Turut Istri)

Selain dikenal seorang humoris, saya melihat si Oom cukup rendah hati, tidak pernah membangga-banggakan dirinya. Salah satu diantaranya bagaimana beliau mendukung kegiatan tante Martha, mulai dari mempersiapkan materi presentasi, membuatkan pidato bahkan Oom Alex melatih tante cara berbicara sebelum tampil di panggung. Mungkin banyak orang yang tidak tahu peran Oom Alex dibalik kesuksesan Ibu Martha Tilaar. Nah inilah kerendahan hati si Oom, dia tidak pernah merasa memainkan peran penting, tapi justru dengan bangganya si Oom bilang “saya kan hanya Turis (turut istri)”, seakan hanya mendompleng sang istri.

Kerendahan hati dan sifat humoris yang saya rasakan dari sosok seorang HAR Tilaar. Sudah pasti saya akan merindukan pembahasan mengenai dunia sepakbola bersama Oom.  Tapi saya percaya Oom Alex sudah bahagia bersama Bapa di surga; bahkan saya percaya Oom Alex sudah melihat stadium sepakbola yang jauh  lebih megah disana.

Selamat Jalan Oom Alex……

 

2nd G Challenges

Hari Senin kemarin, saya bersama ketiga rekan penulis buku 2nd G Challenges, Bryan Tilaar, Yuswohady dan Dyah Hasto Palupi mengadakan acara buka bersama bersamaan dengan bedah buku dengan para media. Buku ini merupakan buku kedua saya, setelah 2 tahun yang lalu saya meluncurkan buku Martha & Ratna, dua sosok perempuan di balik kesuksesan Martha Tilaar Group.

DSC_0141
Bersama Rekan Penulis

Dalam buku ini terdapat 14 perusahaan keluarga yang menceritakan tantangan mereka dalam menerima tongkat estafet untuk menjalankan roda perusahaan yang telah didirikan oleh generasi pertama.

Continue reading “2nd G Challenges”

Sebuah Mimpi 44 Tahun Lalu

Diawali sebuah mimpi…..

Mimpi yang berjalan…..berkembang… dan akan terus berjalan….

Dream Big, Start Small, Act Fast sebuah kata yang selalu Ibu Martha Tilaar dengungkan untuk memberikan motivasi bagi para karyawannya. Setiap karyawan harus memiliki mimpi yang besar apabila ingin menjadi seorang yang besar, namun haruslah didahului dengan kegiatan yang kecil terlebih dahulu dan lakukanlah dengan cepat. Continue reading “Sebuah Mimpi 44 Tahun Lalu”

G1 vs G2

Mungkin Anda spontan mengernyitkan dahi begitu membaca judul di atas. Kode apalagi yang mau saya berikan kali ini? Sebenarnya masih berkaitan dengan artikel saya di edisi sebelumnya mengenai G2G (tongkat estafet dari generasi pertama ke generasi berikutnya). Sekarang, saya ingin sedikit menganalisa ‘pertandingan’ antara Generasi Pertama dan Generasi Kedua.

Jujur, ide untuk judul ini tercetus saat saya menyaksikan pertandingan final piala Thomas Cup antara Indonesia dan China beberapa waktu lalu di Kuala Lumpur, Malaysia. Meskipun akhirnya pasukan Garuda harus mengakui keunggulan dari tim tirai bambu, setidaknya saya mendapatkan sesuatu.

Dulu vs Sekarang

Tenang, saya tidak akan membahas panjang lebar mengenai teknik badminton di sini. Tetapi ada sesuatu yang saya lihat dari pertandingan tersebut. Generasi pendahulu tim Thomas Indonesia angkatan Rudy Hartono, Liem Swie King dan Christian Hadinata tidak memiliki banyak fasilitas untuk berlatih dibandingkan dengan Taufik Hidayat, Simon Santoso dan teman-teman.

Sama halnya dengan media komunikasi yang digunakan antara Generasi Pertama dibandingkan dengan Generasi Kedua ini. Dahulu di era tahun 70-an, untuk mempromosikan sebuah produk atau kegiatan acara sedikit sekali pilihan media yang bisa digunakan. Surat kabar yang terbit jumlahnya terbatas demikian juga dengan majalah maupun tabloid. Meskipun saat itu sudah ada media elektronik, tapi hanya ada satu stasiun TV saja TVRI. Pada saat itu radio menjadi media elektronik yang cukup diminati banyak orang sebagai sumber berita dan hiburan. Hadirnya mesin fax di pertengahan tahun 70-an juga menjadikannya sebagai penemuan teknologi yang cukup canggih di masa itu.

Hampir 40 tahun kemudian seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan teknologi komunikasi sangat pesat. Handphone yang dulu hanya berfungsi sebagai alat komunikasi sekarang sudah beralih fungsi menjadi ‘one stop devices’ untuk mengecek email, browsing internet, chatting, mendengarkan musik, main games, GPS dan lainnya.

Itu baru bicara soal handphone saja, masih ada banyak media komunikasi lainnya untuk mempromosikan sebuah produk: mulai dari TV di dalam taksi, mobil/motor iklan, balon udara, TV di depan dan dalam lift, SMS dan Email Blast, dan lainnya. Ada begitu banyak pilihan baru yang kreatif dan inovatif setiap harinya.

Komunitas VS Teknologi

Kecanggihan, kecepatan dan terobosan baru dalam teknologi ini harus diikuti dengan suatu komunitas. Jika tida, maka teknologi itu hanya akan bersifat satu arah atau vertical communication (atau kerap disebut juga dengan top down communication)

Maka dari itu, perlu adanya perpaduan yang menghubungkan antara komunitas dan teknologi. Kalau kita sedikit menelaah dalam 3 tahun terakhir, media-media komunitas bermunculan bagaikan cendawan di musim hujan. Sebut saja Facebook, Twitter, Linkedln, Youtube, My Space, dan Blog. Ada beberapa data yang cukup menarik yang saya peroleh dari sebuah riset dari konsultan independent:

1.Total waktu orang-orang yang mengakses Facebook dalam sehari mencapai 80 juta jam!

2.Twitter (yang sekarang makin naik daun) ini bisa menggerakan hingga 3 juta orang memberikan informasi hanya melalui 140 karakter!

3.Ada sekitar 65.000 video baru yang diupload dan ditayangkan melalui YouTube setiap harinya.

Wow, fakta yang fantastis bukan? Bisa dibayangkan berapa banyak visitor yang mengakses tiga social media itu setiap harinya di seluruh belahan bumi?

Jika Anda termasuk dalam Generasi Kedua yang ingin bertahan dalam era komunikasi serba terbuka ini, sudah seharusnya Anda dan saya mulai melirik social media sebagai salah satu media untuk membantu kegiatan promosi produk. Jangan sampai Anda ketinggalan dengan kompetitor yang tentu tidak akan tinggal diam dan semakin agresif dan inovatif untuk bertarung di kompetisi market yang semakin ketat ini.

Namun, satu hal yang ingin saya bagikan di sini. Anda tetap perlu waspada dalam menggunakan social media. Jika produk yang Anda tawarkan tidak sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan akan menjadi bumerang bagi Anda sendiri. Satu kekurangan dari social media ini adalah, kita tidak bisa mengontrol apapun yang akan disampaikan oleh konsumen (baik itu pujian, saran maupun kritik pedas dan negatif).

Meskipun ada pepatah yang bilang, bad news is always a good news. Anda tentu tidak mau produk atau perusahaan menjadi terkenal karena berita-berita sensasional yang merusak reputasi. Jadi, pastikan Anda lebih bijak dan cermat dalam menggunakan media komunikasi saat ini.

G 2 G

Apa itu G2G? Mungkin bagi sebagian orang, G2G lebih dikenal sebagai hubungan kerja sama antara Government to Government.

Namun demikian artikel kali ini tidak akan membicarakan masalah hubungan  pemerintahan. Saya punya istilah sendiri untuk G2G yaitu generasi  penerus, dari Generasi pertama ke Generasi kedua.

Generasi Pertama

Martha Tilaar Group (MTG) yang didirikan 40 tahun yang lalu oleh Ibu Martha Tilaar bersama adiknya Ibu Ratna Pranata, telah berkembang menjadi perusahaan kecantikan terbesar di Indonesia. Tahun 2009 lalu Martha Tilaar Group bahkan sudah terpilih sebagai salah satu perusahaan terbaik di kawasan Asia Tenggara dengan predikat The Most Admired Companies in Innovation Category oleh ASEAN Committee.

Banyak peristiwa dan perubahan yang terjadi selama kurun waktu empat dekade ini.  Bertepatan dengan ulang tahun MTG yang ke-40 tahun 2010,  Ibu Martha Tilaar dan Ratna Pranata memutuskan untuk mulai memberikan tongkat estafet ke generasi penerusnya. Perkembangan teknologi yang begitu pesat, membuat banyaknya perubahan di segala lini, sehingga membutuhkan juga kinerja solid dari generasi muda yang memiliki ide fresh dan mampu mengikuti kecepatan perkembangan trend yang ada.

Generasi Kedua

Lalu, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana caranya tongkat estafet diberikan ke generasi penerus ? Kebetulan ada 6 orang anak serta menantu dari Ibu Martha Tilaar dan Ratna Pranata yang memperlihatkan ketertarikan dan minat untuk meneruskan usaha ini. Terlebih lagi sejak kecil, mereka sudah akrab dengan dunia kecantikan yang digeluti oleh para ibu ini. Keenam generasi kedua itu adalah:

1.Bryan Tilaar yang memiliki kemampuan baik dalam menjalin hubungan dengan para outlet. Maka dari itu, Bryan ditempatkan pada posisi sales untuk PT. SAI (distribusi produk-produk dari MTG)

2.Pinkan Tilaar dengan background dan minat tinggi di bidang art dipercayai untuk memimpin divisi art dari Martha Tilaar Group dengan segala daya kreativitas dan imajinasi yang tinggi.

3.Wulan Tilaar diterjunkan langsung untuk membawahi divisi service yaitu Puspita Martha International Beauty School dan Salon& Day Spa. Latar belakang pendidikan desain grafis menjadi nilai plus untuk Wulan.

4.Kilala Tilaar sangat kuat di bidang marketing dan pengembangan produk. Bersama dengan Samuel Pranata yang berlatar belakang keuangan, mereka berdua ditugaskan memimpin divisi Marketing. Perpaduan yang serasi antara ilmu marketing dan keuangan menjadikan tim Marketing all brands dari MTG semakin solid dan penuh inovasi terbaru.

5.Kunto Widarto memiliki ijazah lulusan dari keuangan dan IT. Dua modal itu membuat Kunto dipercaya memegang masalah keuangan dan sistem IT di perusahaan.

Old Version vs New Version

Meskipun Generasi Kedua mulai unjuk gigi, kiprah para ibu tidak langsung berhenti. Mereka tetap menjadi mentor bagi para G2 (Generasi Kedua) yang tidak pernah bosan memberikan bimbingan dan masukan berdasarkan pengalaman mereka selama ini. Salah satu core value yang menjadi pijakan adalah DJITU (Disiplin, Jujur, Iman, Tekun dan Ulet) ditambah juga dengan bimbingan para professional untuk memantau para G2 secara operasional

Kalau Anda pernah mendengar ada sebuah anekdot yang mengatakan,”Generasi pertama membuat&mengembangkan. Lalu Generasi kedua yang meruntuhkannya.” G2 dari MTG berusaha mematahkan anekdot itu bahwa generasi kedua akan meneruskan dan memperbesar! Bahkan, kami memiliki new edition version dari DJITU yang diwariskan oleh kedua ibu menjadi Dedikasi, Juang, Inovatif, Tabah dan Usaha.

Kami percaya bahwa setiap orang harus memiliki Dedikasi yang tinggi dengan semangat Juang dalam bekerja. Tidak pernah berhenti untuk melakukan Inovatif, selalu Tabah jika menghadapi tantangan yang semakin berat di era persaingan kompetitif ini serta selalu ber-Usaha semaksimal mungkin dalam melakukan apapun.

Beri kami kesempatan sebagai G2 untuk menunjukkan perjuangan sehingga Martha Tilaar Group mampu terus dan terus berkarya mempercantik Indonesia hingga 40 atau 400 tahun lagi.