Mungkin Anda spontan mengernyitkan dahi begitu membaca judul di atas. Kode apalagi yang mau saya berikan kali ini? Sebenarnya masih berkaitan dengan artikel saya di edisi sebelumnya mengenai G2G (tongkat estafet dari generasi pertama ke generasi berikutnya). Sekarang, saya ingin sedikit menganalisa ‘pertandingan’ antara Generasi Pertama dan Generasi Kedua.
Jujur, ide untuk judul ini tercetus saat saya menyaksikan pertandingan final piala Thomas Cup antara Indonesia dan China beberapa waktu lalu di Kuala Lumpur, Malaysia. Meskipun akhirnya pasukan Garuda harus mengakui keunggulan dari tim tirai bambu, setidaknya saya mendapatkan sesuatu.
Dulu vs Sekarang
Tenang, saya tidak akan membahas panjang lebar mengenai teknik badminton di sini. Tetapi ada sesuatu yang saya lihat dari pertandingan tersebut. Generasi pendahulu tim Thomas Indonesia angkatan Rudy Hartono, Liem Swie King dan Christian Hadinata tidak memiliki banyak fasilitas untuk berlatih dibandingkan dengan Taufik Hidayat, Simon Santoso dan teman-teman.
Sama halnya dengan media komunikasi yang digunakan antara Generasi Pertama dibandingkan dengan Generasi Kedua ini. Dahulu di era tahun 70-an, untuk mempromosikan sebuah produk atau kegiatan acara sedikit sekali pilihan media yang bisa digunakan. Surat kabar yang terbit jumlahnya terbatas demikian juga dengan majalah maupun tabloid. Meskipun saat itu sudah ada media elektronik, tapi hanya ada satu stasiun TV saja TVRI. Pada saat itu radio menjadi media elektronik yang cukup diminati banyak orang sebagai sumber berita dan hiburan. Hadirnya mesin fax di pertengahan tahun 70-an juga menjadikannya sebagai penemuan teknologi yang cukup canggih di masa itu.
Hampir 40 tahun kemudian seiring dengan berjalannya waktu, perkembangan teknologi komunikasi sangat pesat. Handphone yang dulu hanya berfungsi sebagai alat komunikasi sekarang sudah beralih fungsi menjadi ‘one stop devices’ untuk mengecek email, browsing internet, chatting, mendengarkan musik, main games, GPS dan lainnya.
Itu baru bicara soal handphone saja, masih ada banyak media komunikasi lainnya untuk mempromosikan sebuah produk: mulai dari TV di dalam taksi, mobil/motor iklan, balon udara, TV di depan dan dalam lift, SMS dan Email Blast, dan lainnya. Ada begitu banyak pilihan baru yang kreatif dan inovatif setiap harinya.
Komunitas VS Teknologi
Kecanggihan, kecepatan dan terobosan baru dalam teknologi ini harus diikuti dengan suatu komunitas. Jika tida, maka teknologi itu hanya akan bersifat satu arah atau vertical communication (atau kerap disebut juga dengan top down communication)
Maka dari itu, perlu adanya perpaduan yang menghubungkan antara komunitas dan teknologi. Kalau kita sedikit menelaah dalam 3 tahun terakhir, media-media komunitas bermunculan bagaikan cendawan di musim hujan. Sebut saja Facebook, Twitter, Linkedln, Youtube, My Space, dan Blog. Ada beberapa data yang cukup menarik yang saya peroleh dari sebuah riset dari konsultan independent:
1.Total waktu orang-orang yang mengakses Facebook dalam sehari mencapai 80 juta jam!
2.Twitter (yang sekarang makin naik daun) ini bisa menggerakan hingga 3 juta orang memberikan informasi hanya melalui 140 karakter!
3.Ada sekitar 65.000 video baru yang diupload dan ditayangkan melalui YouTube setiap harinya.
Wow, fakta yang fantastis bukan? Bisa dibayangkan berapa banyak visitor yang mengakses tiga social media itu setiap harinya di seluruh belahan bumi?
Jika Anda termasuk dalam Generasi Kedua yang ingin bertahan dalam era komunikasi serba terbuka ini, sudah seharusnya Anda dan saya mulai melirik social media sebagai salah satu media untuk membantu kegiatan promosi produk. Jangan sampai Anda ketinggalan dengan kompetitor yang tentu tidak akan tinggal diam dan semakin agresif dan inovatif untuk bertarung di kompetisi market yang semakin ketat ini.
Namun, satu hal yang ingin saya bagikan di sini. Anda tetap perlu waspada dalam menggunakan social media. Jika produk yang Anda tawarkan tidak sesuai dengan apa yang sudah dijanjikan akan menjadi bumerang bagi Anda sendiri. Satu kekurangan dari social media ini adalah, kita tidak bisa mengontrol apapun yang akan disampaikan oleh konsumen (baik itu pujian, saran maupun kritik pedas dan negatif).
Meskipun ada pepatah yang bilang, bad news is always a good news. Anda tentu tidak mau produk atau perusahaan menjadi terkenal karena berita-berita sensasional yang merusak reputasi. Jadi, pastikan Anda lebih bijak dan cermat dalam menggunakan media komunikasi saat ini.